Matahari hampir bersua dengan ufuk ketika dua orang yang dikenal
adalah sahabat dekat sedang bersantai nongkrong di sebuah angkringan di
dekat asrama mahasiswa. Sebut saja yang satu bernama “lelaki biasa” dan “satunya
“lelaki pejuang”. Di tengah sedapnya menyeduh susu jahe terlintas di benak
lelaki biasa mengenai kalender Islam (hijriyah) yang seringkali memiliki dua
tanggal dalam satu hari yang sama.
LB
(lelaki biasa): bro, kemarin waktu lebaran di Kampung masjid tetangga kok
sholat id-nya duluan ya
LP (lelaki
pejuang): lebarannya beda hari maksudnya?
LB:
iya, sini masih puasa, masjid sana malah dah sholat id. Gak puasa lagi. Kan
ngiri.,
LP:
lho, malah ngirinya karena mau gak puasa. Gini lho, lebarannya beda, karena
masing-masing menetapkan tanggal 1 Syawwalnya berbeda.
LB:
kok gak kayak masehi, yang kalo senin tanggal 5, di mana-mana ya tanggal 5?
LP:
beda bro penanggalannya. Kalo masehi kan pergantian hari waktu jam 12 malam.
Nah, kalo hijriyah mulai maghrib pergantian harinya.
LB:
oh, gitu. Terus kok bisa beda, kan waktu maghrib di mana-mana sama, pas
matahari tenggelam. Jadi harusnya ya ganti harinya sama.
LP: iya,
kalo maghrib memang sama semua. Udah ada jadwalnya malah. Tapi kalo untuk ganti
hari, tidak hanya waktu maghrib yang dilihat. Tapi posisi bulannya juga
dilihat, terus dilihat apakah bulan udak ijtimak atau belum
LB:
kok ribet ya. Hehe,. Pantes klo sidang isbat makan banyak waktu
LP:
gak Cuma makan waktu kali, makan nasi padang, gado-gado, pisang goreng, Indomie
juga malah. Kan rapat tanpa konsumsi ibarat motor gak ada bensin. Gak jalan.
Haha
LB:
haha, iya juga..
LP:
tapi sebenernya, simpel lho bro kalo penentuannya gak pake acara isbat-isbat an
gitu
LB:
lho, emang bisa?
LP:
bisa lah. Kalo tanggalnya serentak. Satu hari satu tanggal, kan gak perlu ada
acara begituan. Jadi udah tinggal takbiran aja klo di kalender besok tanggal
satu.
LB:
iya ya, gak kepikiran aku, tapi selama ini emang gak ada kalender hijriyah.
Kayaknya ada deh
LP:
memang ada, tapi itu cuma kelender lokal. Artinya, tiap daerah punya kalender
Hijriyahnya masing-masing. Kayak kalender Ummul Qura, Kalender Malaysia,
Kalender Muhammadiyah, kalender NU, dan banyak lagi.
LB: oalah,
pantesan lebarannya beda. Kalendernya aja punya sendiri-sendiri
LP:
nah, betul betul betul. Haha.
LB:
terus yang katamu kalender serentak itu gimana?
LP: itu
gini bro. Namanya kalender global. Jadi nanti kalau di Indonesia hari sabtu itu
tanggal satu, maka di Afrika, Brazil, New Zealand juga harus tanggal satu.
LB: oalah.
Caranya gimana itu?
LP: sebelumnya
gini, kujelaskan singkat aja ya. Prinsipnya, untuk membuat kalender global ada
lima. Pertama harus menerima hisab dan meninggalkan rukyat fikliah. Karena,
rukyat kan yang mengintip bulan tiap tanggal tua bro. Jadi ndak mungkin bisa membuat
kalender memakai rukyat. Jangankan global, kalender lokal aja gak bisa.
LB:
oh, tapi denger-denger dari pengajian klo menentukan hari kan haditsnya pake
rukyat bukan hisab. Itu gimana?
LP: nah,
itu nanti ada yang namanya peralihan dari rukyat ke hisab bro. Kita memakai
teori perubahan hukum dalam ushul fiqh. Yang bunyi artinya gini, “Tidak
diingkari perubahan hukum karena perubahan zaman, tempat, dan keadaan”. Jadi
metode penentuan awal bulan bisa dialihkan dari rukyat ke hisab.
LB;
tunggu bro, sambil mencerna teori itu, mau mencerna gorengan dulu. Biarnya otak
gak panas. Hehe
LP:
oke., aku juga mau nyari kripik level 10 ini. Hehe
LB: tapi
bro, kan gak asal mindah-mindah hukum gitu.
LP:
iya, ada syaratnya. Ada tuntutan untuk berubah, ketentuan hukum yang berubah
itu tidak menyangkut substansi ibadah mahdah, ketentuan hukum itu bukan hukum
qat’i, sama hukum baru harus berlandaskan syar’i. Nah klo yang pertama jelas
ada keperluan untuk berubah. Soalnya hisab untuk ibadah. Misal nanti bisa sama
tanggal 9 zulhijjah di makkah sama di Indonesia, klo beda kan repot. Di sana
udah wukuf di sini baru tanggal 8. Terus kedua, karena rukyat itu bukan ibadah
mahdah, yang ibadah itu puasanya bukan rukyatnya. Ketiga, rukyat bukan qat’i,
terus terakhir menggunakan hisab berdasarkan dalil syar’i juga. Jadi sah bila
kita beralih dari rukyat ke hisab.
LB:
ooh, udah sedikit paham aku. Terus pinsip kalender global yang lain apa?
LP:
klo empat yang lain ada transfer imkanu rukyat, kesatuan matlak, keselarasan
hari dan tanggal, sama penerimaan garis tanggal Internasional. Tapi besok besok
aja ya penjelasannya, udah mau adzan maghrib ni. Pokoknya dengan kalender
global nanti, kita umat Islam bisa punya kalender yang baku, yang paten, biar
gak kalah sama kalender Masehi.
LB:
ooh, oke oke. Yuk bali Jam
LP:
oke Zam. Jangan lupa bayar gorenganmu. haha
HAHAHAHAHA percakapan ringan tapi cerdas!!!!
ReplyDeleteHaha. Oke sensei. Tunggu part selanjutnya.
DeleteKlo ditaruh sini semua, risalahku terkuak nanti. Haha :v