Cinta, suatu kajian kuno yang telah banyak ditelaah dan dikaji
bahkan dirasakan seluruh makhluk di dunia ini.
Mulai
dari pendekatan teologis cinta yang akhirnya membuahkan konsep mahabbah ila
Allah-nya Rabi’atul Adawiyah. Sampai pendekatan cocokologi ala weton
Jawa yang menyatukan dua insan berdasarkan hari dan pasaran kelahiran. Semua
menafsirkan cinta sesuka hati mereka.
Cinta
bukanlah suatu hal mewah yang hanya bisa dinikmati oleh para pangeran dan putri
kerajaan. Melainkan cinta adalah hal yang sangat murah, saking receh-nya hewan
pun juga memilikinya. Gak percaya? Nyatanya ada cinta monyet (dalam artian
memang monyet sebenarnya).
Oleh
sebab itu, menjadi seorang ilmuan bukanlah syarat agar kita (para jomblo)
mendapatkan cinta. Toh banyak ilmuan yang pada akhirnya tidak menemukan cinta
sejatinya, sebut saja imam an-Nawawi.
Tapi
jangan salah. Imam an-Nawawi seperti itu karena cintanya tidak diberikan kepada
seorang wanita yang fana. Tetapi cintanya ditujukan kepada Sang Maha Cinta
sekaligus meminta cinta sejati di akhirat nanti.
Itulah
kenapa cinta tak harus selalu diartikan sebagai curahan perasaan kepada lawan
jenis. Buktinya tadi, yang mendapatkan cinta dari Imam an-Nawawi adalah Buku
dan Ilmu pengetahuan.
Istilah
yang tepat menurutku untuk cinta adalah sederhana lagi eksklusif. Emang
bisa disatukan kedua istilah itu? Nanti jadinya kontradiktif lagi. Bisalah!
Kita menggunakan konsep puritan lagi dinamis-nya Muhammadiyah.
Puritan
adalah memurnikan ajaran Islam sehingga kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah.
Sedangkan Dinamis adalah menjadikan agama Islam sebagai ajaran yang tak lekang
oleh waktu, bahkan mampu maju jauh ke depan. Puritan berusaha mengambalikan
lagi ke belakang, sedangkan dinamis berusaha membawa ke depan. Nah, nyatanya
keduanya bisa disatukan. Padahal depan dan belakang adalah arah yang berlawanan
seperti timur dan barat.
Sederhananya
cinta adalah sikap naluri atau sering disebut fitrah manusia yang akan
datang kepada siapapun. Suatu sifat yang menandakan kelemahan manusia tanpa
adanya seorang pedamping. Sehingga, siapapun orangnya pasti akan memiliki
ketertarikan kepada lawan jenis. Sudah kugaris bawahi lho. Jadi yang
cintanya sesama jenis, ENYAHLAH! Itu nafsu, bukan cinta. You have no power
here!!! Dasar YARA!
Saking
sederhananya cinta, seseorang akan jatuh cinta dala tempo 6 detik saja. Bahkan
menurut penelitian ada yang lebih cepat dari itu. Itulah yang sering dikenal
cinta pada padangan pertama.
Dari
mata turun ke hati, dari hati naik lagi turunlah air mata. Wait., bukan. Tapi
Air mata kegembiraan maksudnya.
Kemudian
setelah manusia mendapat kesederhanan cinta. Barulah kita eksklusifk-kan cinta
agar membedakan dengan cintanya makhluk lain. Iya, kalau tidak eksklusif sama
nanti cinta manusia dengan hewan.
Misal
saja ayam jago, yang jika cinta asal langsung mepet-mepet menclok ke babon,
atau kucing yang langsung mengejar menggigit leher si betina. Sederhana memang,
namun tidak eksklusif.
Itulah
kenapa tidak ada salahnya menyamakan orang yang asal “hubungan” demi
mengungkapkan cinta tanpa melakukan ikatan pernikahan dengan makhluk-makhluk
tadi. Toh sama-sama sederhana banget cintanya.
Makannya, aku kurang setuju dengan pernyataan
Sujiwo Tejo yang mengatakan kalau cinta tidak butuh alasan. Kalau ada alasannya
bukan cinta namanya.
Argumen
ini kubantah. Jelas, masak cinta manusia disamakan dengan cintanya ayam.
Primitif sekali. Ndak bisa manusia mencintai tanpa alasan. Pun, apabila ia
cinta pada pandangan pertama yang tanpa alasan, ia harus mencari alasan yang
mampu menjawab kenapa ia jatuh cinta.
Bahtahanku
bukan sekedar logika perbedaan jago dan lelaki, namun kujawab dengan perkataan
baginda Nabi. Lha jelas-jelas nabi memerintahkan untuk memilih wanita
berdasarkan empat hal kok. Cantik, harta, keturunan, dan agama. Artinya
bagaimanapun caranya cinta haruslah ada alasannya minimal agama, bagus lagi
kalau ditambah dari tiga yang lain.
Itulah
langkah selanjutnya, eksklusifnya adalah memilih alasan cinta tadi. Lalu
setelah dua hal terpenuhi di atas, Itu baru dinamakan cinta ala manusia biasa.
Dari sini sudah berbeda cintanya manusia
dan makhluk lain.
Untuk
meng-eksklusif-kan lagi bagaimana? Nikahlah dan jalankan keluarga yang sakinah
mawaddah wa rahmah sesuai kehidupan
keluarga Nabi. Nanti cinta kalian menjadi super eksklusif.
Paragraf
di atas bukan penetitian pribadi maupun pengalaman. Soalnya yang nulis
boro-boro nikah lha wong masih jomblo kok.
:v
Jadi,
biarkan cinta datang kepada kalian dengan cara yang paling sederhana, namun
setelah itu ubahlah menjadi eksklusif dengan tuntunan Rasulullah. Sederhana
lagi eksklusif.
Itulah
istilah ala kadarnya buatan seorang hamba yang bahkan belum diberikan cinta.
Jadi akan terasa lancang apabila lebih jauh lagi menasehati tapi tidak
mengamalkannya. Nanti jatuhnya taqulu ma la taf’alun lagi.
Kenapa tiba-tiba menulis tentang cinta padahal yang nulis mendapatkan
cinta primitif-pun belum?
Bukan
karena apa-apa ya, tapi karena tiba-tiba aja dapet buku yang judulnya “Ya Allah
Aku Jatuh Cinta” (belum kubaca, baru 10 halaman udah susah bacanya. Hehe,.,
jomblo, berandai-andai pula nanti). Buku ini dikasih ustadzah, soale aku juga
gak suka beli buku romantis-romantis gini. Mending beli manga. Haha.
Kesimpulannya:
Itu, baca judulnya lagi. Judul kubuat sebagai kesimpulan sekaligus persuasifikasi.
Tulisanya argumentatif
ReplyDeleteTulisanya argumentatif
ReplyDelete